- Kisah sang juara olimpiade menolak bidikmisi
Namanya Dandy Mandalahi, dia diterima di jurusan pendidikan Matematika FMIPA Unimed melalui jalur SNMPTN. Saat pengumuman SNMPTN 9 Mei lalu, dia tak menyangka bakal lolos di jurusan itu mengingat persaingan yang begitu tinggi.
Dia kembali di rumahnya di Siantar, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara dengan perasaan bangga. Sampai di depan rumahnya yang berukuran 7 X 10 M persegi, dia segera melangkahkan kaki masuk. Dia memberitahukan bahwa dia diterima di UNIMED. "Puji Tuhan. Semoga kami mampu membiayai kuliahmu sampai sarjana nak", ucap orang tua Dandy. "Tak apa. Soalnya Dandy dapat beasiswa bidikmisi. Jadi bapak ibu tak usah memikirkan masalah biaya kuliah Dandy". Kontan, orang tua Dandy segera berkata, "Apa ? Bukannya beasiswa itu untuk mereka yang berprestasi dan memiliki keluarga yang tidak mampu ?" Ujar ayah 5 bersaudara yang dilanjut oleh sang ibu, "Cukup kau doakan ayah ibumu ini agar mampu membiayai kuliahmu ini sampai sarjana. Jika nanti dapat beasiswa lain, tak apa. Tapi jangan bidikmisi. Masih ada orang yang lebih berhak ketimbang kita nak". Dandy menunduk menderngar kesiapan orang tuanya yang bekerja sebagai petani sayur biasa dengan lahan kurang dari 2 rantai dengan masa panen tiap tiga atau empat bulan sekali.
Jadilah, Dandy menuju staf kemahasiswaan UNIMED, menyatakan diri mengundurkan diri sebagai penerima bidikmisi. Dengan penghasilan orang tua 2,5 Juta/bulan, anak kedua dari 5 bersaudara itu berdoa agar orang tuanya tetap mampu mebiayai kuliahnya hingga sarjana.
Staf kemahasiswaan UNIMED sendiri mengaku terharu dengan kelapangan dan kebaikan anak dan orang tua itu. Sungguh sebuah peristiwa yang sangat langka menurutnya.
- "Berikan kepada yang lebih berhak"
Kisah selanjutnya datang dari Andi Silaban. Dengan latar tempat yang sama, UNIMED. Jika Dandy diterima melalui jalur SNMPTN, maka Andi Silaban sendiri diterima di jurusan Ilmu Olahraga (IKOR) UNIMED melalui jalur SBMPTN.
Akan tetapi saat menceritakan kepada kedua orang tuanya, Andi justru mendapat ketidak setujuan dari kedua orang tuanya. Keluarga yang tinggal di Jl. P. Bangka, Medan Belawan itu sepakat menurungkan Andi Silaban sebagai penerima bidikmisi. Alasannya, "Kami merasa bangga saat anak kami lolos di jurusan yang sangat diinginkannya sejak dulu, ilmu keolahragaan. Akan tetapi, saya rasa saya masih sanggup membiayai kuliahnya sampai sarjana. Apalagi, beasiswa bidikmisi itu sendiri ditujukan bagi keluarga tidak mampu dan berprestasi. Saya ingin beasiswa itu tepat sasaran. Kami tak pantas menerima beasiswa itu. Ada orang yang lebih berhak menerima beasiswa itu. Makanya, saya suruh Andi untuk membatalkan dirinya sebagai penerima bidikmisi" Tutup Luhut Silaban, ayah Andi.
Ah, masih ada saja orang yang mau menolak uang secara cuma-cuma. bayangkan saja, dana yang digelontorkan pemerintah untuk beasiswa bidikmisi sendiri adalah 6 juta/orang/semester. Dengan rataan 1 juta/bulan. Sungguh jumlah yang banyak bagi kalangan menengah ke bawah. Akan tetapi, Andi Silaban dan Dandy Mandalahi mematahkannya, hidup bukan hanya soal uang. Uang tak menjamin kita bahagia. Kekurang mampuan mereka tak mereka jadikan alasan untuk menganggap dan menasbihkan diri sebagai yang layak menerima beasiswa bidikmisi.
Di lain pihak, ada juga beberapa mahasiswa dan keluarganya yang tak tahu diri. Dengan menggunakan Iphone keluaran terbaru, tampilan necis, laptop keluaran terbaru, tetap saja ada yang mendaftar dan menerima beasiswa bidikmisi yang seharusnya tepat sasaran itu. Mereka, kamum tak bertanggung jawab malah menjadikan ketiadaan PNS di rumah mereka sebagai alasan untuk menerima beasiswa bidikmisi yang seharusnya ditujukan untuk mencerdaskan golongan bawah.
Ah, sudahlah ini tentang kesadaran diri. Biarkan waktu yang menjadwab dan Tuhan yang membalas tingkah laku manusia itu. Baik Dandy maupun Andi, atau bahkan terhadap orang mampu yang memanfaatkan kesempatan dengan bidikmisi itu. Ah, Indonesia. Semoga mampu mencerdaskan kehidupna bangsa. Amin.
Komentar
Posting Komentar